-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


 

Iklan






 

Sejarah Tahun 1905 "ANYE LOHONG" Pahlawan dari Suku Segai,Kalimantan Utara.

| June 28, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-28T15:57:39Z
 

GARDAKALTIM || Bulungan (Kaltara),
Anye Lohong adalah seorang kepala suku Segai nampak gagah dan berwibawa pada foto tahun 1905 yang dimuat dalam catatan perjalanan pejabat Belanda Walcheren ke Apo Kayan (Lihat Gambar 1) (Walcheren, 1907). Kala itu Anye Lohong ditangkap karena ia memberontak terhadap Belanda. Dia memutus jalur perdagangan yang dibuat Belanda di sepanjang sungai kayan.

Metode blokade-nya dengan melakukan teror terhadap para pedagang dari pedalaman ke Tanjung Selor, sehingga pasokan hasil hutan terhenti. Pihak Belanda murka dan lantas mengirim pasukan ke Muara Pengian untuk menangkapnya. Pada ekspedisi militer kedua barulah Belanda berhasil. Namun saking kuatnya pengaruh Anye Lohong di pedalaman kayan, Belanda tidak dapat menahannya dalam waktu yang lama, Ia segera dibebaskan dengan beberapa syarat. Pada periode selanjutnya beliau tetap menjabat sebagai kepala suku dan kepala onderdistrik Muara Pengian serta anggota Kerapatan Besar (lembaga pengadilan adat tempo dulu). 

Lisyawati dan Juwono dalam karya mereka berjudul Politik dan ekonomi perdagangan bulungan : pada abad XIX - XX (1878-1942) (2017) mempelajari berbagai dokumen peninggalan Belanda untuk mengungkap sejarah perdagangan di Bulungan dan pedalaman kayan pada masa penjajahan Belanda. Mereka menemukan penyebab kenapa Anyi Lohong memberontak, Penyebabnya adalah cengkeraman Belanda yang semakin kuat di pedalaman. Belanda melakukan monopoli perdagangan, menetapkan harga-harga hasil hutan secara sewenang-wenang. Anyi Lohong mewakili kaumnya merasa keberatan, ia mengadu kepada Sultan Bulungan dan Gubernur Belanda di Batavia namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Akhirnya mereka melakukan sabotase-sabotase untuk memblokade perdagangan ke Tanjung Selor. Bahkan mereka menjalin hubungan perdagangan dengan Pedagang China di pedalaman yang berani membeli dengan harga lebih tinggi untuk dijual ke Banjarmasin.Dalam memimpin aksi-aksinya ini, Anyi Lohong dibantu oleh tokoh segai lainnya yakni Wan Pay dan Lig Pay.
Menurut Okushima dalam karyanya yang mengulas khusus tentang dayak Segai, Wan Pay dan Lig Pay adalah kakak beradik, sedangkan Anye Lohong adalah paman mereka (Lihat Silsilah Segai pada Gambar 2). Dalam foto kuno lainnya (lihat gambar 3), juga tampak para pengikut Anye Lohong yang belum dapat diidentifikasi. 

Menurut oral history Tidung, Sumbol dari Kalabakan di Tawau yang dicatat Okushima (2006), Dayak segai merupakan salah satu sekutu Kesultanan Bulungan dalam ekspedisi-ekspedisi militernya pada awal abad 19. Mereka menyerang Sulu di perairan Bulungan dan terus mengejarnya hingga ke Pulau Simunul yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Sulu. Sejak itu sebagian orang Segai dikabarkan menetap di Tawi-Tawi, Filipma. British North Borneo Herald 1 september 1938 juga memuat kisah ekspansi Segai sampai Atas dan Langas (wikayah Sabah), berperang melawan orang-orang Idaan di sana. Supriyadi (2023) dalam bukunya berjudul Menggugat Subversif Bultiken 1964, menceritakan bagaimana Belanda berhasil memecah belah antara Bulungan, Tidung dan Segai sehingga Belanda dapat berkuasa di wilayah ini tanpa perlawanan yang berarti. 

Epik tentang Segai ini tentunya diwariskan turun-temurun, hingga tidak heran apabila muncul perlawanan Anye Lohong terhadap Belanda. Sebagai tokoh dayak di Kalimantan Utara tempo dulu, sejarah beliau perlu mendapat perhatian lebih.

Menurut Joko Supriyadi Aktivis Sejarah di Kalimantan Utara, Suatu penelitian lebih lanjut perlu di lakukan oleh  pemerintah terkait sejarah Tokoh ini,agar dapat diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional dari Kalimantan Utara.

Bersama-sama dengan tokoh-tokoh lainnya seperti Datu Alam yang dibuang ke Banyumas, Datu Adil dan Datu jemalul yang dibuang ke Manado, Raja Pandita yang dibuang ke Pulau Tidung, Sultan Maulana Muhammad Jalaludin yang pada masanya membawa Bulungan masuk dalam NKRI dan berbagai tokoh pejuang lokal lainnya. 

Menurut  Joko Supriyadi,Ketua Yayasan Sejarah dan Budaya (YSBK ) Kalimantan Utara,Joko sebagai narasumber telah mengumpulkan data sejarah ini dan mendorong pemerintah Kalimantan Utara untuk memasukkan dalam muatan lokal kurikulum pendidikan di Kaltara,dasar dari tulisan ini kemudian yayasan Sejarah Kaltara mengajak pemerintah untuk melihat catatan Senarai Pustaka :

Okushima, Mika. (2006). Ethnohistory of the Kayanic peoples of Northeast Borneo (Part 1): Evidence from their languages, old ethnonyms, and social organization. Borneo Research Bulletin. 37. 86-126. 

Okushima, Mika. (2008). Ethnohistory of the Kayanic peoples of Northeast Borneo (Part 2): Expansion, regional alliance groups, and Segai disturbances in the colonial era. Borneo Research Bulletin. 39. 184-238. 

Lisyawati Nurcahyani, Juwono Harto. 2017. Politik dan ekonomi perdagangan bulungan : pada abad XIX - XX (1878-1942). Yogyakarta: Kepel press. 

Walcheren, E. W. F. van. 1907. Eene reis naar de bovenstreken van Boeloengan (Midden-Borneo), 12 Nov. 1905-11 April 1906. TNAG 24:755-844 

Borneo Herald. 03 Juli 2021. Forgotten forts built by natives. https://www.dailyexpress.com.my/read/4454/forgotten-forts-built-by-natives/. Diakses 9 Juni 2024 pukul 11.29 Wita. 

Supriyadi Joko. 2023. Menggugat Subversif Bultiken 1964. Yogyakarta : KBM press.(**/)


(Teguh S)
×
Berita Terbaru Update